JAKARTA, - Pada hari Selasa tanggal 05 Agustus 2025, berdasarkan kuasa dari Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat Hendri Antoro S.Ag., S.H., M.H., yang diwakili oleh Anggara Hendra Setya Ali, S.H, M.H, LL.M, selaku Kasi Datun Kejaksaan Negeri Jakarta Barat beserta Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN), telah melangsungkan sidang Pembatalan Perkawinan terhadap salah seorang Warga Negara Indonesia (WNI).
Adapun yang menikah dengan Warga Negara Asing (WNA) asal Saudi Arabia, Pembatalan Perkawinan tersebut diajukan atas dasar informasi dari Atase Hukum di KBRI Riyadh yang menunjukan adanya indikasi TPPO dengan modus perkawinan yang direkayasa, berujung pada eksploitasi / penyiksaan kepada korban yang merupakan seorang WNI. Atas informasi tersebut kemudian ditindaklanjuti oleh Tim Jaksa Pengacara Negara (JPN) Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.
Oleh karena itu Kejaksaan Negeri Jakarta Barat dengan merujuk pada Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi “Jaksa Agung dengan Kuasa Khusus, ataupun karena kedudukan dan jabatannya bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara, dibidang Perdata dan Tata Usaha Negara serta Ketatanegaraan disemua lingkungan peradilan, baik di dalam maupun diluar pengadilan untuk dan atas nama Negara atau Pemerintahan, maupun kepentingan umum” serta Pasal 30C huruf F Undang-Undang Repubik Indonesia Nomor 11 tahun 2021, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang berbunyi “selain menjalankan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A dan Pasal 30B kejaksaan menjalankan fungsi dan kewenangan di bidang keperdataan dan/atau bidang publik lainnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang” dalam hal untuk kepentingan umum, maka Kejaksaan Negeri Jakarta Barat bertindak sebagai Jaksa Pengacara Negara untuk mengajukan gugatan pembatalan perkawinan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut, ditemukan adanya indikasi bahwa perkawinan dimaksud tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku dengan merujuk pada ketentuan Pasal 22 Undang - Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan yang menyatakan “Perkawinan dapat dibatalkan, apabila para pihak tidak memenuhi syarat-syarat untuk melangsungkan perkawinan” dan Pasal 26 ayat (1) yang menyatakan bahwa : “Perkawinan yang dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak berwenang, wali nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan pembatalannya oleh keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri” di Pengadilan Agama Jakarta Barat.
Bahwa apabila dikabulkannya gugatan Pembatalan Perkawinan oleh Pengadilan Agama Jakarta Barat.
Maka status hukum perkawinan antara WNI dan WNA tersebut menjadi tidak sah dan tidak lagi menimbulkan akibat hukum.
Hal ini membuka jalan bagi korban, dalam status WNI, untuk segera kembali ke Indonesia karena tidak lagi terikat dalam hubungan perkawinan.
Hendri Antoro S.Ag., S.H., M.H., Selaku Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat menyatakan bahwa
gugatan pembatalan perkawinan ini adalah sebagai wujud nyata kehadiran Negara dalam
melindungi hak-hak warga negara untuk hidup aman dan tentram, ujarnya. (Edy)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar