Notification

×

Kategori Berita

Cari Berita

Iklan

Iklan

Indeks Berita

Tag Terpopuler

Dana Operasional Kok Dianggap Gaji, Ketua RW: Semua Harus Dilaporkan, bukan untuk Pribadi

Rabu, 24 September 2025 | September 24, 2025 WIB Last Updated 2025-09-24T13:06:43Z
Beritaviralindonesia.com

Jakarta,- Rencana kenaikan dana operasional bagi Ketua Rukun Tetangga (RT) dan Rukun Warga (RW) di Jakarta menimbulkan kesalahpahaman di masyarakat. 


Banyak warga menganggap dana tersebut sebagai gaji atau insentif pribadi bagi para ketua RT/RW dan jajaran pengurusnya.




Sejumlah Ketua RW kemudian menegaskan bahwa dana yang diberikan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jakarta sepenuhnya merupakan dana operasional untuk kepentingan warga, bukan untuk digunakan secara pribadi.




Ketua RW 14 Palmerah, Jakarta Barat, Rini Astuti (49), menegaskan, dana tersebut tidak bisa disebut sebagai gaji karena memiliki mekanisme pertanggungjawaban yang ketat.



“Bukan gaji. Jadi kalau OP (operasional) itu bukan gaji sebetulnya, jadi uang operasional buat keperluan warga,” kata Rini, akrab disapa Tuti. Dana itu, lanjutnya, dipakai untuk berbagai kegiatan warga.




“Misalnya kegiatan perayaan Agustusan, subsidi kader Dasawisma, Jumantik, sampai fasilitas-fasilitas buat warga,” ucap Tuti. Yang dikutip kompas.com


Hal serupa disampaikan Ketua RW 05 Jatipulo, Palmerah, Jakarta Barat, Iis Wahyudi. Menurut dia, masyarakat perlu mendapat penjelasan agar tidak salah mengartikan dana tersebut.



“Ini yang harus diluruskan. Kalau yang beredar di warga kan katanya insentif gaji, akan tapi sebenarnya itu adalah uang operasional,” ujar Iis. 


Ia menjelaskan, ada perbedaan jelas antara insentif pribadi dan dana operasional. Jika insentif diberikan sebagai imbalan kerja maka tak perlu laporan.




Namun, untuk dana operasional, pengurus wajib membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ). “Nah, tapi ini kan enggak, semua uang yang kami terima itu wajib ada laporannya. Ada tanggung jawabnya, kita enggak bisa makai untuk pribadi seenaknya,” kata Iis. Ketua RW 08 Kota Bambu Selatan, Palmerah, Beni Kurniawan, menambahkan hal senada. Ia menekankan dana operasional diberikan di awal program dan wajib dipertanggungjawabkan. 



“Ini yang harus dipahami, ini bukan gaji. Kalau operasional, dana diberikan di depan untuk menjalankan kegiatan, dan setelahnya kami wajib membuat laporan pertanggungjawaban (LPJ),” tegas Beni. Menurut dia, menjadi ketua RT atau RW adalah kerja sosial, bukan pekerjaan untuk mencari keuntungan material.



“Asumsi masyarakat yang berkembang itu sebenarnya wajar karena mereka melihat ada uang yang dialokasikan, tapi tidak paham sistemnya. Pada dasarnya, tugas kami ini adalah kerja sosial,” ujarnya. Beni menambahkan, LPJ harus dibuat tiap bulan, yang berarti menambah beban administrasi bagi pengurus. Meski begitu, ia tetap mengapresiasi upaya pemerintah menaikkan dana operasional.




“Kami bersyukur minimal ada tambahan. Tapi kami juga sadar, jika dana dinaikkan signifikan, misalnya 100 persen seperti janji kampanye, itu juga menjadi beban karena tanggung jawab dan tuntutan LPJ-nya pasti akan jauh lebih berat,” ucap dia.



Kenaikan insentif Pemprov Jakarta memastikan insentif RT akan naik menjadi Rp 2,5 juta per bulan, sedangkan RW menjadi Rp 3 juta per bulan mulai Oktober 2025.



Wakil Gubernur Jakarta Rano Karno menjelaskan, kenaikan dilakukan secara bertahap, bukan langsung dua kali lipat seperti janji kampanye Pilkada 2024. “Artinya itu sudah masuk dalam APBD-P, mudah-mudahan dalam bulan Oktober sudah ada distribusi,” kata Rano, Sabtu (20/9/2025).



Dalam Pilgub 2024, Gubernur Pramono Anung dan Rano Karno menjanjikan penggandaan insentif RT/RW. Saat ini, Jakarta memiliki 30.894 pengurus RT dan 2.741 RW. Kebijakan kenaikan dana operasional ini diharapkan meningkatkan semangat pengurus RT dan RW dalam melayani masyarakat, mulai dari pendataan warga, pengelolaan lingkungan, hingga menjadi garda terdepan komunikasi antara warga dengan pemerintah. (*)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

×
Berita Terbaru Update